Rabu, 20 Agustus 2014

Kisah OSD

Menikah Dini atau menikah Nanti? Sama-sama Hebat!


Lagi. Untuk ke sekian kali, aku mendatangai resepsi pernikahan teman sebayaku. Seperti mimpi saat kulihat Imam dan istrinya yang cantik bersanding di pelaminan yang sederhana. Senyum merekah dari keduanya menyebarkan rasa bahagia pada seluruh tamu yang hadir. Tak ada yang menyangka bahwa diantara kami, angkatan 2007 SMA 1 Depok, ternyata Imam lah sang juaranya. Sambil bergenggaman jemari, sesekali Imam berbisik dekat pada gadis yang telah menjadi istrinya. Seorang gadis pilihannya, yang ia suka, yang ia sayangi.

“Ruh-ruh itu laksana pasukan tentara yang dimobilisir. Yang saling mengenal dapat berkasih sayang. Sedang yang tidak saling suka akan senantiasa berlawanan” (HR. Al bukhari, Muslim, Ahmad, riwayat dari Abu Hurairah)

Pernikahan Imam menjadi renungan untukku. Keputusannya untuk menikah muda saat berusia 20 tahun dan istrinya yang berusia 18 tahun membuatku sangat terkesima. Imam adalah teman sekelasku saat aku dan dia bersama-sama duduk di kelas XI IA 4. Hampir 5 tahun aku mengenalnya ternyata tak ada perubahan yang berarti dalam dirinya. Ia tetap seorang Imam yang kukenal saat SMA dulu. Imam yang penuh dengan senyum dan bahasa Depoknya yang selalu saja membuatku tertawa. Dari dulu.. hingga kini.

Bagi sebagian orang, termasuk Imam, yang telah siap mengemban ‘mitsaqon- ghalizha’ sebuah perjanjian yang tercantum dalam Al-Qur’an sebagai perjanjian yang sangat berat, tentulah menyadari status dan tugas barunya. Ia bukan saja mahasiswa Ilmu komputer UI yang bertanggungjawab menyelesaikan kuliahnya tapi juga seorang suami dan calon ayah yang bertanggungjawab bagi keluarganya.

Keputusan Imam untuk menikah dini adalah hebat. Keputusan teman-temanku yang lain untuk menikah nanti pun hebat.

Menikah dini atau menikah nanti sesungguhnya sama-sama hebat. Tergantung konteks. Menikah dini dengan alasan telah siap lahir bathin, menyambung tali kasih sayang, menjaga kesucian dan menjaga kehormatan diri, menghasilkan banyak anak-anak hebat di kondisi orangtua yang masih produktif dan sehat tentu alasan yang tepat. Menikah nanti dengan alasan merasa belum mampu untuk menambah tanggungjawab dan merasa masih mampu menahan gejolak hasratnya sehingga memilih untuk terus mengisi dan memperbaiki diri terlebih dahulu, itu pun adalah orang hebat.

Bukankah memperbaiki diri berarti memperbaiki jodoh?

Mereka adalah orang-orang yang menyadari tak mudah membagi konsentrasi hingga memilih untuk fokus kuliah, fokus menaikkan kualitas diri dengan terus belajar. Tentunya belajar dalam artian luas. Belajar pada siapapun, kapanpun, dimanapun, pada apapun yang membuat dirinya menjadi pribadi yang cerdas dan matang, atau ada beberapa kasus bahwa ia kemudian menjadi tulang punggung keluarga hingga fokus untuk membantu perekonomian, menyekolahkan adik-adik, membahagiakan orang-orang yang telah begitu berjasa dalam hidupnya. Tidakkah itu golongan orang-orang hebat, ketika ‘kebahagiaan pribadi’ itu pun rela disingkirkan untuk sementara waktu karena kecintaannya pada keluarganya?

Banyak buku bertebaran kini dengan tujuan mengajak menikah muda. Biasanya buku-buku dengan genre seperti itu, laris di pasaran. Market-nya siapa lagi kalau bukan para anak muda. Begitu pula dengan majelis-majelis yang pasti selalu saja ramai didatangi kalau yang menjadi tema tak jauh-jauh tentang menikah muda. Ada asap pastilah ada api.
Buku-buku atau tema-tema itu menjadi sedemikian booming-nya tentu menjadi alasan tersendiri bagi mereka yang prihatin melihat keadaan anak muda masa kini. Daripada ‘aneh-aneh’, ayo menikah! Begitulah kira-kira yang bisa kusimpulkan.

Dampaknya bisa macam-macam. Dampak positifnya para anak muda akan termotivasi untuk menikah. Termotivasi mempersiapkan kondisi lahir bathin-nya untuk bersanding
dengan pujaan hati yang telah lama menjadi idamannya. Yang malas belajar jadi semangat belajar. Yang santai-santai saja mencari penghasilan, jadi semangat dalam bekerjanya. Wow.. indah bukan? Kalau seperti ini aku pun setuju.

Tapi kulihat ada beberapa teman setelah membaca buku atau mendatangi majelis biasanya semangat menikah begitu menggelora di dada. Terpesona pada kenikmatan
yang di dapat dalam pernikahan. Lupa bahwa menikah dikatakan menyempurnakan setengah dien dikarenakan begitu berat perjalanan yang akan dilalui.Belum ada persiapan apa-apa langsung tancep gas saja ingin menikah. Seperti perang. Pisau belum diasah, masih tumpul, sudah main terjun aja ke lapangan. Atau baru punya pisau satu yang tajam, langsung tergesa-gesa ingin bertarung aja. Belum apa-apa musuh udah membuat kita KO dengan senapannya. Maka sebelum berperang, paling tidak sudah punya persiapan pisau, senapan kalau bisa bom sekalian agar bisa menang dalam pertarungan. Hehe..
Maksudku di sini, paling tidak memiliki persiapan yang cukup menuju ke mahligai pernikahan. Masih ingat tulisanku sebelumnya? Bukankah gagal mempersiapkan berarti mempersiapkan kegagalan?

Menikah hanya dengan alasan keinginan untuk melindungi dan dilindungi, keinginan untuk disayang dan menyayangi, diperhatikan dan memperhatikan, ditemani dan menemani agar tak kesepian atau sejenisnya tidaklah cukup. Menikah bukan perkara sesederhana itu. Menikah adalah perkara tanggungjawab. .. Pertanyaannya kemudian, siapkah kita menjalani tanggungjawab itu? Tanggungjawab untuk mencari nafkah bagi lelaki dan mengurus rumah tangga bagi perempuan. Menyiapkan sedini mungkin tabungan untuk segala perkara yang tak terduga ( biaya pendidikan, berobat dll). Walau memang pernikahan memperluas rizki, tapi tak berarti ‘nekat’ menikah tanpa memiliki tabungan sedikit pun, bukan? Tentunya kita selalu ingin memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang disayangi. Maka persiapkanlah itu. Tak perlu lantas menunggu menjadi seorang yang kaya raya dahulu baru menikah. Paling tidak memiliki semangat dalam upaya mencari nafkah (dalam artian memiliki sikap mandiri yang wajib diemban bagi mereka yang memilih untuk menikah).memiliki semangat dalam upaya untuk terus belajar dan menyerap ilmu (karena lelaki menjadi imam yang tentu saja harus butuh ilmu untuk membimbing keluarganya. Pun seorang wanita yang menjadi guru pertama bagi anak-anaknya kelak).

Menikah cepat itu baik tapi tidak berarti tergesa-gesa. Tergesa-gesa dikhawatirkan berujung pada kecewa. Salah satu contoh menikah tergesa-gesa, adalah ( pembelajaran bagi kita semua), tak terlalu mengenal sang calon, sudah terbuai dulu pada sosoknya yang begitu kharismatik, ternyata setelah menikah baru ketahuan telah memiliki istri lain.Ingatkan kasus artis kita yang sempat merajai pemberitaan media masa di negeri ini? Contoh lain, setelah menikah ternyata malah merepotkan orang lain. Tak menyangka bahwa begitu banyak persoalan dalam rumah tangga hingga orangtua, kerabat, teman-teman ikut dilibatkan. Waah.. ternyata belum bisa untuk mandiri…

Berhati-hati agar tidak tergesa-gesa menikah berbeda dengan menunda-nunda pernikahan. “Nanti setelah lulus kuliah baru menikah”, setelah lulus sarjana muncul perkataan lain, “setelah S2 dulu deh baru nikah”, “setelah kerja aja deh nikahnya” atau.. “setelah posisiku di kerjaan settle dulu deh”..setelah ini setelah itu dst.. Sampai akhirnya terus menunda.. entah sampai kapan.. bukan seperti itu. Jadi teringat joke salah seorang temanku perihal sikap wanita terhadap lelaki yang mendekati. Wanita berusia 18- 25 tahun, “nanti dulu deh”. 26- 30 tahun,” boleh deh” 31 tahun ke atas, “yang mana aja deh”. hehe…

Sekedar ice breaking:). Ya, apabila telah mengenal calon dan keluarganya dengan baik,
siap lahir batin ditambah sudah tak mampu lagi menahan hasrat, untuk apalagi menunda?

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda, “3 orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah, seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan..

Seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya” (HR. Thabrani)

Imam, yang kini telah menjadi imam bagi istrinya, semoga adalah orang yang termasuk diberi pertolongan oleh Allah.. amin..

Sesuai kesepakatan kami, saat kami masih bersekolah dulu, bahwa akan ada piala pernikahan bergilir. Karena Imam yang paling pertama diantara kami, maka Imamlah yang berhak mendapatkannya.

Sebuah piala perak, bertuliskan…

Piala ini milik lelaki sejati. Menjadi juara adalah keberanian menentukan sikap, bukan menunggu waktu hingga datang kedewasaan bersikap. Selamat pada kau yang sedang menggenggamnya…

10 ALASAN KUAT NIKAH MUDA ...

10 ALASAN KUAT NIKAH MUDA ...



Bismillahir-Rah maanir-Rahim ... Alasan Nikah Muda, yah inilah judul yang akan saya angkat pada postingan kali ini. Sebenarnya saya masih bingung antara beberapa kata yang termuat pada judul ini. Yang benar itu nikah atau kawin? Pernikahan atau perkawinan? Satu lagi yang membingungkan, yang benar itu nikah muda atau muda nikah? Sudahlah kita lalui saja persoalan tadi, toh yang kita bahas di sini mengenai alasan nikah muda.
Nikah muda memang menjadi marak akhir-akhir ini. Begitu banyak muda-mudi yang lalu lalang kawin. Sampai-sampai marak juga komunitas dan grup pecinta nikah muda di dunia maya, termasuk di jejaring sosial.
Saya melakukan survey pada beberapa orang yang begitu menggebu dalam ambisinya untuk nikah muda. Hampir semua dari mereka sangat antusias ketika ditanya mengenai alasan mengapa ingin nikah muda. Berikut alasan nikah muda yang telah saya rangkum dari wawancara berbagai sumber.
Alasan nikah muda 1
Kebutuhan rohaniyah. Beberapa orang merasa hambar hidupnya ketika tidak adanya seseorang yang mendampingi hidup. Hal ini mengakibatkan kekosongan dalam hidup karena tidak adanya tempat untuk berbagi. Dan tempat itu adalah seorang istri/suami. Naluriah laki-laki mengatakan bahwa dirinya akan lebih nyaman ketika didampingi seorang istri di sampingnya. Hidupnya merasa belum lengkap ketika dia masih single. Inilah alasan nikah muda.
Alasan nikah muda 2
Syahwat. Sewajarnya menjadi seorang perawan/bujang semakin tua libidonya pun semakin tinggi. Kebutuhan biologis harus segera disalurkan. Dan inilah yang mendorong anak-anak muda jaman sekarang begitu menggebu-gebu ingin nikah muda.
Alasan nikah muda 3
Menjaga diri dari kemaksiatan. Situasi dan kondisi sekarang (globalisasi) tidak memungkinkan lagi bagi seseorang yang ingin menjaga pandangan dari kemaksiatan. Begitu kita turun di jalan raya saja, banyak sekali berhamburan paha tanpa busana. Nah untuk mengatasi ketidakmampuan dalam menahan nafsu yang semakin tinggi maka nikah muda salah satu solusi penyalurannya.
Alasan nikah muda 4
Banyak untungnya. Yang namanya nikah muda itu 30% tidak enak dan 70% enak. Yang 30% karena kondisi anak muda yang emosional tinggi dan labil sehingga setiap permasalahan jarang dipikir secara masak. Dan 70% enak karena kondisi anak muda masih sangat kuat sekali staminanya. Inilah salah satu alasan kuat mengapa mereka ingin nikah muda.
Alasan nikah muda 5
Visi misi kehidupan. Nikah merupakan kebutuhan hidup yang sangat komplek, maka dari itu mencicil nikah di usia muda akan mengurangi beban pikiran untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, terlepas dari apakah mereka benar-benar berkurang beban pikirannya. Hal ini akan mempercepat pemenuhan visi misi kehidupan yang lain bagi seseorang. Selain itu setiap masalah akan terselesaikan dengan baik ketika dikerjakan bersama-sama. Inilah alasan nikah muda.
Alasan nikah muda 6
Mempersiapkan kematian. Hanya ada tiga hal yang kelak menjadi penolong kita setelah mati, amal, ilmu, dan anak yang sholeh. Yang terakhir digarisbawahi tadi tidak akan terwujud ketika kita tidak punya seorang pendamping hidup. Maka dari itu inilah alasan nikah muda.
Alasan nikah muda 7
Kesuksesan. Banyak sekali orang yang sukses justru ketika setelah menikah. Di balik lelaki yang hebat terdapat istri yang setia. Inilah alasan nikah muda.
Alasan nikah muda 8
Kesiapan. Orang yang sudah memiliki semuanya termasuk harta, pangkat, dan jabatan, maka masih kurang apa lagi? Tunggu apalagi untuk segera menikah? Inilah alasan nikah muda.
Alasan nikah muda 9
Dikejar usia. Orang tidak akan menunggu-nunggu waktu lama untuk menyalurkan kebutuhannya. Semakin tua semakin banyak dikejar kebutuhan lain. Selain itu orang yang kita sukai bisa saja dilamar orang ketika tidak segera kita lamar. Inilah alasan nikah muda.
Alasan nikah muda 10
Menyempurnakan agama. Nikah merupakan separuh agama. Jadi semakin cepat kita nikah semakin cepat pula kita dalam menyempurnakan agama. Inilah alasan nikah muda.
So? Bagaimana dengan anda? Tertarik untuk nikah muda? Apa mau menunggu menahan kebutuhan yang semakin hari semakin meninggi? Kuatkah ada menahan itu? NIKAH MUDA SOLUSINYA!!
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
TOLONG SILAHKAN DI-COPAS dan DI-SHARE DENGAN IKHLAS 
 Semoga Bermanfaat 

kisah perjalanan seorang wanita sebagai istri dan ibu

Edisi #IBU MUDA

Kata siapa Nikah Muda itu BAHAGIA? Kata siapa? Siapa sih yang bilang?
Itu adalah pertanyaan awal yang keluar dari mulut saya sendiri ketika memulai biduk rumah tangga di usia yang bisa dibilang masih muda, 21 tahun. Wahai! Ternyata memang menikah itu identik dengan kata bahagia, tapi waaaww saya gak nyangka kalau bahagianya itu bentuknya seperti ‘ini’
Ini dengan tanda petik itu maksudnya apa sih?



Emmm begini ceritanya, …

Niat saya menikah di usia muda adalah salahsatu rasa penasaran saya tentang makna sebuah pernikahan. Entah kenapa, di usia yang ketika banyak teman seangkatan lebih mikirin mau kuliah dimana, saya lebih serius mikirin nanti jodoh saya kayak gimana. Baiklah, memang terlalu cepat. Kalau ada yang ngomongin tentang PERNIKAHAN, saya langsung ikut semangat. Apalagi judulnya MENIKAH MUDA. Waaa, gue banget itu! Saya dulu punya impian pengen nikah muda. Gatau kenapa. Sampai akhirnya saya mencoba mendeskripsikan keinginan saya dalam beberapa poin tujuan kepengen nikah muda, di antaranya adalah:
pengen menggenapkan separuh agama *alasan klasik
gamau terjebak terlalu lama dengan rutinitas pacaran
pengen tau kehidupan pernikahan dengan langsung menjalaninya
pengen belajar untuk lebih dewasa
pengen punya teman hidup yang bisa bikin saya lebih baik lagi
daaaaan alasan lainnya yang kayaknya cukup keren buat modal saya mengajukan mimpi menikah muda…
Lalu, Allah jawab setiap doa dan harapan saya. Allah kasih jalan untuk saya menikah muda. Dan JENG!!! Kaget sendiri. Loh gini loh ternyata MENIKAH itu.

Wawawawawawa semua rasa campur aduk, antara seneeeeeeng banget sampe keseeeeeel banget. Kadang suka share ke media sosial kalau saya bahagia bangeeeet karena sudah menikah (muda), tapi di balik itu juga saya menyembunyikan perasaan kalau saya gak bahagia. Hah, labil. Dasar anak muda.
Ada saat-saat di mana saya ngerasa (kok kayaknya) gak bahagia. Stress, dan pengen udahan aja, dan berpikir pantesan ada beberapa orang yang menyerah di tengah jalan ketika di awal memutuskan menikah muda. Well it’s not easy, men…. 
Seriously.

3 tahun menjadi pelaku nikah muda, ada banyak hal yang terjadi, ada banyak pembelajaran yang sangat berarti hingga saya punya kesimpulan sendiri: loh, emang menikah itu bahagia kok!
 Saya selalu mengajak diri saya sendiri buat jalan-jalan lagi ke masa lalu, ke masa di mana saya yakin banget untuk mengambil pilihan nikah muda. Saya yang (katanya) pengen menggenapkan separuh agama, wuih bener banget. Bener di sini maksudnya saya jadi belajar lagi ilmu agama yang gak saya pelajari di bangku sekolah. Kehidupan pasca nikah yang complicated bikin saya maksa diri saya untuk belajar lebih banyak tentang agama, tentang bagaimana Allah menuntun umatNya untuk beribadah dalam pernikahan. Beneran ini mah beneran, setelah menikah… kawah candradimuka tentang yang namanya kehidupan lebih terbuka lebar. Dunia jauh terasa lebih luas dan beragam. Subhanallah.

Saya yang katanya gak pengen terlalu lama dengan aktifitas pacaran, alhamdulillah jadi lebih aman dan menentramkan kalau lagi dua-duaan sama pasangan. Ih, kan udah halal ^^ Daaaan bebaslah sudah dari jeratan PHP para pria yang cuma bisa janji. “Iya de, saya pengen nikah sama kamu.” tapi bilangnya cuma di bibir doang, tapi tindakannya gak ada. Kan cupu :| Dan pacaran setelah menikah itu indahnya bukan main, bebas tanpa batas dan nilainya pahala berlipat-lipat. Enaknyaaa ~

Saya yang katanya pengen tau kehidupan pernikahan dengan langsung menjalaninya jadi beneran tau kalau nikah itu begini begitu. Gak cuma asumsi, gak cuma prediksi, tapi beneran mengalami sebuah bukti. Oh, ini toh cintanya seorang abi dan ummi :)

 Saya yang katanya ingin belajar lebih dewasa bener-bener deh sama Allah ditunjukin, diliatin kalau saya emang masih jauuuuh dari arti kata dewasa yang sebenarnya. Ketika menikah, aneh tapi nyatos jadi lebih tau siapa diri saya sendiri, karena suami-lah yang menunjukkan siapa saya yang sebenarnya. Awalnya gak terima banget banget banget. Sebel banget banget banget kalau suami udah ngoceh, “Ih kok kamu ginih, ih kok kamu gituh!” Haaaaa tau apa sih dia tentang sayaaa!!! Padahal, yaaa kalau dipikir-pikir dia justru lebih ngerti siapa saya, dia bisa objektif menilai siapa saya. Dia yang selama 24 jam berinteraksi sama saya, baik ketika sadar maupun tidak. Baik dalam posisi terjaga, maupun tertidur lelap sambil berpelukan. #SensorPlis :P

Saya yang katanya pengen punya teman hidup biar bisa jadi insan yang lebih baik bener-bener deh ditemenin, meskipun awalnya dongkol banget karena apa-apa dikomentarin. Mulai dari yang nyenengin sampai yang gak ngenakin. Semuaaa, tanpa jeda. Fiuh! Tapi yaa itu tadi. Sesuai permintaan kan?

Nah, jadiiiii dengan fakta yang ada, dengan mensinkronkan apa yang saya harapkan dengan apa yang terjadi setelahnya, udah gak ada alasan untuk saya gak bahagia. Saya dapetin semua yang saya pengen di awal hoooy! Tapi istimewanya adalah dengan caranya Allah saya ngerasain itu semua. Surprise yang beneran bikin amaze. Subhanallah. Allah Maha Keren!

Ada beberapa orang (atau mungkin hampir semua) yang menjalani kehidupan pernikahan di usia muda ngadepin yang namanya stress, apalagi dengan seabrek impiannya yang terlalu banyak, pengen ini pengen itu. Emang beneran kok, gak akan pernah mudah. Saya yang waktu itu ojol-ojol dapet suntikan semangat dari Teh @FabFebi sampai mesam-mesem sendiri, “Gak harus semua serba ideal. Kadang kita butuh nafas untuk tetap jalan dan maju ke depan!” Iyaa, jangan lupa nafas! Stress itu pasti, tapi penyikapan dengan hal positif yang masih misteri. Muehehehe… Jadi yaaa, hadapi, hayati, dan nikmati. Prosesnya emang gak mudah, tapi selalu ada jalan dalam setiap kebaikan yang kita niatkan. Allah gak akan kemana-mana.. Benerin aja niatnya. Nikahnya buat apa? buat siapa? :)

Dan jadinya, judul di atas harus saya koreksi di penghujung tulisan. Karena kalau bukan karena nikah muda, mungkin sampai sekarang saya gak nyadar kalau saya itu super emosional, mungkin saya gak nyadar klo saya itu kurang sabar, mungkin saya gak akan nyadar kalau saya itu plinplan, mungkin saya gak akan nyadar klo saya itu boros dan suka ga pake perhitungan, mungkin saya gak nyadar kalau Allah itu belum jadi tujuan utamanya, mungkin saya gak nyadar kalau ada orang yang posisinya sangat substansial dalam kehidupan saya, mungkin saya gak akan nyadar betapa perjuangan orang tua beserta kekhawatirannya itu punya alasan yang sangat kuat, mungkin saya gak akan nyadar kalau saya masih kalah sama ego. Ahhh terlalu banyak yang sudah saya sadari dan selalu ingin saya segera perbaiki setelah menikah. Setelah tau hidup yang lebih indah :)

Kebahagiaan dalam pernikahan di usia muda, adalah kebahagiaan yang penuh darah dan keringat badag di dalamnya. Semuanya worthed. Semuanya punya makna tersendiri, dan bagi siapa aja yang emang udah siap untuk nikah muda, sok mangga diikhtiarkan, karena ternyata saya sendiri gak bahagia dengan menikah di usia muda ^-^

Sekian sharing malam ini, semoga bermanfaat! Tulisan ini saya dedikasikan untuk yang sudah berani mengambil pilihan nikah muda dan sedang merasakan sesak nafas, heeei you’re not alone dan percaya deh KAMU BISYA! bisya bisya bisyaa ~ !
Salam hangat,
seorang istri yang lagi kangeeen banget sama suaminya :*

#Dahsyatnya Nikah Muda#

(Tak ada Maksud apa-apa) 
^o^'



Sungguh, dialah gadis yg perfect bagiku: Indah akhlaknya, teduh parasnya, brilian otaknya, baik ilmu agamanya, luas pergaulannya, hebat kontribusinya. Maka hari itu, aku pun yakin untuk mengungkapkan ketertarikanku padanya.
Hari itu kukira hanya akan ada dua kemungkinan: jadi hari spesial, atau jadi hari yg paling sial. Spesial jika cintaku diterimanya. Sial jika aku ditolaknya. Tapi yg terjadi sungguh diluar dugaan. Dia menjawab ungkapan ketertarikanku itu dg singkat, "Kok bilangnya ke aku?. Kalo serius, bilang ke ayahku".
Gile bener. Jujur, saat itu saya belom siap untuk nikah. Target saya sebelum nikah paling tidak saya sudah punya penghasilan tetap, serta punya tempat tinggal meski sederhana. Tapi aku takut kehilangan gadis seperfect itu. Aku yakin ini hadiah dari Allah yg harus segera dijemput.
Esoknya, aku ke rumahnya, menemui ayahnya. "Pak, apakah Bapak ridho jika saya melamar dg puteri Bapak?". Jujur, aku gemeteran saat itu. Tapi jawaban ayahnya sungguh mengejutkan, "Nak, saya sudah sangat percaya dg pilihan puteri saya. Saya menyerahkan semua keputusan padanya. Jika dia mau dg sampeyan, saya pun ridho". Andai tak sungkan dg sang bapak, saya langsung sujud syukur saat itu.
Beberapa bulan kemudian kami menikah. Dan ini yg masyaallah, sungguh janji Allah tak akan meleset. Dalam tempo sebulan sebelum nikah, tiba-tiba rezeki yg luas dihadirkan oleh Allah. Rumah yg saya damba bertahun-tahun, dalam tempo 2 minggu langsung jadi. Penghasilan yg saya terima, berkali lipat dari yg selama ini saya idamkan. Masyaallah. Barangsiapa yg menikah demi meraih ridho Allah, maka mustahil Allah akan menyusahkan hidupnya. Mustahil.
Dan sungguh, Allah adalah DZat yg tak pernah mengingkari janji-Nya. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
(Ahmad Rifa'i Rif'an, penulis buku "The Perfect Muslimah")

kisah pernikahan muda

Kisah Pernikahan Dini di Korea



Pernikahan Dini anak-anak Korea kelas atas telah ada sejak tahun 1916 lalu. Bahkan beberapa bukti dari pernikahan mereka telah tergambar di artikel Geographic edisi Juli 1919 yang berjudul “Menjelajahi Sudut Tak Dikenal di Kerajaan Para Petapa” Dimana dalam kisahnya terdapat kedua mempelai yang baru berusia 10 dan 12 tahun yang menikah sebatas seremonial. Mereka tinggal di bagian terpisah di rumah anak lelaki hingga orang tua mereka memutuskan sebaliknya. Dikalangan bangsawan, pernikahan ini biasanya diatur untuk memperkuat antar keluarga. Meskipun memakai hiasan kepala tradisional untuk mempelai namun mereka tidak mengenakan pakaian pernikahan karena pakaian tsb.terlalu besar untuk mereka.

Pernikahan dini di Romawi Kuno
Pada umumnya, pada kisaran tahun 530M, usia legal seorang mempelai wanita menikah adalah 12 tahun dan untuk mempelai pria 14 tahun, pertunangan dilakukan jauh sebelum usia tsb, umumnya pada usia 7 tahun. Kaisar Agustus yang berkuasa jauh sebelumnya (7M) menetapkan batas usia minimal perkimpoian adalah 10 tahun. Penetapan usia legal menikah ini tidak mempertimbangkan seorang gadis telah mencapai puber atau belum. Asalkan usia legalnya sudah terpenuhi, pernikahan bisa dilaksanakan.

Pernikahan dini di Eropa
Di Eropa, pada abad pertengahan, wanita kelas atas biasanya menikah pada usia 12 tahun dan maksimal 14 tahun, sedangkan laki-laki biasanya menikah pada usia 17 tahun.

Sedangkan wanita kelas menengah ke bawah, khususnya masyarakat petani, orang tua sang mempelai tidak punya kekuasaan untuk menentukan pernikahan anaknya. Di sebagian wilayah eropa, pernikahan para wanita kelas menengah ke bawah diatur oleh para bangsawan tuan tanah, penguasa feudal setempat. Dan para penguasa ini merenggut keperawanan mempelai wanita sebelum menikah dengan pasangannya.

Aturan penguasa feudal itu disebut dengan Jus Primae Noctis yang artinya Jus= Hukum, Primae Noctis= “malam pertama”, di Perancis disebut Droit de Seigneur yang artinya Hak Tuan Tanah, di Jerman disebut dengan das Recht der ersten nacht yang artinya Hak atas malam pertama.

Mungkin para pembaca sering mendengar kisah Romeo dan Juliet. Dalam kisah tersebut digambarkan Juliet berusia 13 tahun saat menikah, dan ibu Juliet baru berusia 26 tahun. Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa masyarakat di Eropa pada abad pertengahan menganggap biasa menikah pada usia tersebut.

Pernikahan dini di Nepal
Tradisi ini biasa disebut Bibaha IHI atau Bel yang merupakan tradisi unik dikomunitas Newar di Nepal. Salah satunya adalah gadis berusia 9 tahun yang bernama Bhintuna, ia tersenyum bahagia dalam balutan gaun pengantin tradisional berwarna merah dan emas. Sambil memegang sebuah nampan, ia menunggu giliran dalam sebuah ritual suci pernikahannya dengan dewa pelindung Wisnu. Setiap anak perempuan yang belum mencapai masa pubertas harus melangsungkan pernikahan dengan Dewa Wisnu, ini adalah satu pernikahan dalam 3 pernikahan dalam kehidupan berikutnya. Para anak perempuan akan menikahi Matahari dengan menghabiskan 12 malam diruang yang gelappada usia 11 atau 13 tahun. Ritual ini dipercaya akan memberikan perlindungan tambahan bagi setiap gadis. Sementara pernikahan yang terakhir akan terjadi dengan suami sebenarnya saat berusia 25 tahun.

http://www.anehdidunia.com/2014/07/kisah-pernikahan-sangat-dini-dunia.html

Progress Day 4 RBI

Setelah kemarin saya mengevaluasi pada tahap pertama di kurikulum HS Mba Kiki Barkiyah , hari ini saya mencoba melihat  dan mengupas pada ...